Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2024

Yang Tak Terbendung

 Curhatan lagi-lagi... Kebiasaan menulis itu pernah terbentuk. Setiap hari aku menulis sampai ratusan kata. Bahkan pernah dalam lima hari aku menulis sekitar tujuhribu kata. Letak salahnya ada di setelah lima hari itu. Setelah lima hari, aku tidak menulis apa-apa lagi. Secara tiba-tiba berhenti begitu saja. Aku tidak bisa mengintropeksi hal ini. Beberapa kali memang sering terjadi hal-hal seperti: tidak ada hal yang ingin ditulis, tiba-tiba malas untuk membaca, dan tidak tahu apa yang akan aku tulis selanjutnya. Yang terakhir adalah alasan yang sering ada ketika berhenti tiba-tiba, tapi aku sudah beberapa kali menanggulanginya. Pertama merasa seperti itu. Waktu itu aku membuat tulisan panjang, inginnya novel. Namun, tiba-tiba ditengah jalan novel yang aku buat itu alurnya menjadi tidak jelas. Aku tahu ada beberapa penulis yang mengatakan, kalau ingin menulis ya tulis aja. Tapi bimsalabim, tulisan penulis itu bisa enak dibaca. Nahas, ketika aku mencoba seperti itu. Bimsalabim, tulisanku

Sastrawan dan Risetnya

 Aku tengah membaca Nagabumi Jurus Tanpa Bentuk karya Seno Gumira Ajidarma. Buku tersebut memiliki banyak sekali catatan kaki, yang tidak umum dijumpai di buku sastra. Ada perasaan baru sekaligus hebat dalam buku ini, aku tidak yakin ada penulis lain yang bisa dengan nyaman memasukkan catatan kaki pada buku sastra. Setidaknya dalam sekitar hampir seratus buku yang aku baca, tidak ada satu buku sastra yang menampilkan catatan kaki. Sedikit untuk melanjutkan tentang Nagabumi, karena dalam tulisan ini tidak memberikan resensi Nagabumi. Untuk menikmati buku sastra dengan catatan kaki seperti Nagabumi ini sebaiknya sebagai pembaca kita memastikan kualitas penulisnya. Perasaan aneh muncul berbarengan dengan kagum karena ada catatan kaki yang begitu lengkap di buku sastra. Namun, perasaan aneh itu dapat menebal jika kita tidak tahu siapa penulisnya. Pendeknya, sepertinya kita sebagai penulis baru dalam bidang sastra tidak memakai catatan kaki karena pembaca akan merasa kerepotan. Beberapa kal

Kita Menjadi Kita

 Kamu bilang kamu suka lagu ini. Aku memutarnya berulang kali. Dalam lantunan nada itu aku bisa melihatmu entah dari mana. Bayanganmu seperti ada dalam setiap lirik yang diucapkan oleh penyanyi itu. Kesukaan kita. Apakah jarak telah membuat kita menjadi seperti ini sekarang? Padahal biasanya kita terbiasa dengan jarak yang ikut bersama kita? Bagaimana kita melewati ini. Apa harus dilewati atau hanya perlu dinikmati? Kita menjadi kita. Tak ada orang yang paham bagaiamana kita. Temanmu tak bisa memberi sekat untuk kita. Temanku hanya bisa melihat kita begitu nekat. Begitulah kita menjadi kita.

Karena Memang Begitu

 Kau bilang kau selalu mengerti isi pikiranku "Dia selalu memikirkannya, dengan kata-kata yang akan dia rangkai setiap malam. Kata-kata itu menjadi kardigan setelah sekian waktu." Kau bilang kau selalu mengerti isi perasaanku "Dia selalu mencintainya, dengan sisa-sisa hati yang dimilikinya. Dia memberi sisa-sisa tempat dalam hatinya yang telah begitu beku." Kau tidak pernah mengerti semua tentangku. Aku mengiyakannya karena memang begitu. Aku memberikan sebagian dari hatiku, kata-kata dalam puisiku, sesungguhnya untukmu.

Bagaimana Jika Aku Tak Pernah Memilikinya

 Aku selalu merasa kedinginan kalau keluar ketika hujan. Rintiknya seperti jarum-jarum kecil yang turun dari langit Air-air itu mengutuk seorang pengagum, "Kau menyukainya hanya saja kau tak punya nyali untuk mengatakannya." Aku selalu membenci hujan kalau ia membuatku sakit. Badanku meriang tak karuan ketika dinginnya mengipit. Angin yang bersama hujan mengatakan, "Dinginku tak menyakitimu. Dan tak seharusnya kau menghadapinya." Hujan itu tak berniat reda, malah menunjukkan abadinya Aku meneduh tak bisa pulang, dan kamu tak pernah pulang Bersama dengan hujan puisi ini ku tuliskan, "tentang kamu, yang ternyata isinya berupa kerinduan dan kehampaan."

Rindu

 Kenangan itu muncul tiba-tiba Rindu yang mampir tanpa permisi Aku merasa melihatmu begitu dekat. Orang yang baru saja aku jumpai Benar-benar terlihat sepertimu Caranya berbicara sama sepertimu Garis wajahnya juga sama sepertimu Aku tidak bisa menahan itu sendiri Maka aku katakan pada temanku Aku seperti mengenal orang itu, tapi orang yang beda. Bukan itu.

Tentang Skripsi

 Sesuatu yang bercampur akan membuat tak karuan. Hal-hal yang bercampur akan meleburkan orisinalistas dari satu komponen yang asli. Hal ini yang sering kita jumpai pada sosial media. Berbagai lapisan orang akan berkumpul, berunding, mendengarkan, dan membicarakan dengan porsi yang sama atau corong pengeras suara yang sama. Semrawut. Beberapa waktu yang lalu saya menemukan fenomena perdebatan di sosial media yang membicarakan tentang pentingnya skripsi. Kolom komentar pada postingan tersebut langsung terbanjiri oleh berbagai macam warganet. Ada yang merasa skripsi itu memang sangat diperlukan. Ada juga yang mengatakan, skripsi sebenarnya tidak perlu. Saya ada di pihak yang mendukung keberadaan skripsi. Tanpa joki tentunya. Skripsi menjadi tolak ukur bagi mahasiswa tentang akreditasi dirinya sendiri. Maksudnya, intelektual mahasiswa dapat dilihat dari susunan skripsi yang telah ia buat. Jika skripsi ditiadakan, maka apa yang bisa masyarakat ambil dari lulusan tersebut? Bukankah setiap da