Perdebatan

 Nongkrong, ngopi, atau sekedar ngobrol di teras rumah pasti akan terjadi sebuah dialog. Dialog, seperti yang kita ketahui memerlukan orang lain untuk saling berbalas. Dialog akan tampak membosankan jika terjadi dengan lawan bicara yang sangat pasif.

Bayangkan saja, ketika kita berbicara dijawab dengan kata iya, tidak, atau kata lain yang singkat saja. Ketika kita bertanya, "Gimana kabarmu?"; "Baik". "Apa kamu sudah makan?; "Sudah". "Apa kamu tidak lupa mengerjakan PR kemarin?"; "Tidak". Terungkap atau tidak, pasti lawan bicara yang seperti itu ingin membalikkan meja. (Maaf, tidak bermaksud menyampingkan introvert, pembahasan ini sebatas dialog saja)

Beda kasus jika lawan bicara kita menerapkan "Ya, (dan) ..." atau "Ya, (tapi) ..." pasti dialog yang terjadi akan sangat seru dan kita betah untuk bercakap-cakap lama dengan orang tersebut. "Kamu sudah makan?"; "Sudah, tadi aku sarapan pakai gudeg buatan Ibu. Enak sekali. Kapan-kapan kamu harus ke rumahku untuk mencoba gudeg buatan Ibuku!"; "Wah, terima kasih, boleh banget"; "Kapan?"; dst. 

Dialog yang terjadi cukup panjang akan memunculkan sebuah topik. Topik tersebutlah yang akan didiskusikan oleh dua orang atau lebih yang sedang berdialog. Topik tak jarang membuat orang akan berdebat mengenainya.

Contoh dialoh aktif di atas yang membahas mengenai "Gudeg" berawal dari sekedar pertanyaan, "Sudah makan atau belum?". Namun, itu dapat berlanjut dengan topik gudeg yang telah di makan oleh lawan bicara. Jika obrolan itu terus berlangsung, bukan tidak mungkin akan menemui perdebatan.

Si A mungkin bilang, "Gudeg di Jogja yang masuk gang itu enak sekali!". Si B akan menimpali, "Lebih enak gudeg yang di jalan raya itu, rasanya manis dan gurihnya pas!". Mereka akan mempertahankan argumen dan berdebat mengenai gudeg mana yang paling enak.

Jika diperluaskan lagi mengenai perdebatan. Perdebatan menjadi penting ketika dilakukan oleh calon presiden atau calon pemimpin. Dalam konteks tersebut, mau tidak mau perdebatan harus dimenangkan. Maksudnya, jika ingin menjadi pemimpin harus memenangkan perdebatan. Agar, masyarakat yang menontonnya mengerti kapasitas dari suatu calon pemimpin tersebut.

Saya tidak akan membahas bagaimana jalannya debat presiden yang telah terjadi kemarin, karena bukan kapasitas saya untuk melakukan itu. Sadar diri banget ya, saya ini. Dan sadar diri saya barusan terkesan sombong. Ah, balik lagi ke perdebatan. Saya ingin membagikan tips untuk memenangkan perdebatan.

Beberapa hal basic yang banyak ditemui dan memang merupakan sebuah pondasi untuk memenangkan perdebatan. Seperti: Memahami topik yang sedang diperdebatkan, menguasai topik yang sedang diperdebatkan, mempertahankan opini yang kita keluarkan, dll. Banyak ditemui di web-web lain, atau medsos, atau Youtube, dan lainnya yang lebih baik teman-teman cari karena akan lebih runtut dan jelas.

Disini, saya akan memberikan sebuah rahasia kecil saja. Menurut pengalaman pribadi, apa yang saya baca, dan apa yang saya pelajari. Ketika kita mulai merasa opini kita kendur, atau ketika kita telah masuk ke dalam topik yang digiring oleh lawan bicara kita. Sebisa mungkin kita mengikutinya tapi tidak dengan cara berjalan tunduk digiring opini tersebut, kita mengejarnya.

Kenapa dengan mengejarnya akan memberikan peluang kita untuk menang?

Opini seseorang akan didengar ketika opini itu masuk akal dan diterima oleh orang lain. Akan dinyatakan sebagai pemenang apabila opini tersebut diamini atau diterima oleh mayoritas orang. Sedangkan apa yang kita lakukan dengan mengejar, membuat suara minoritas terdenngar lebih nyaring. Tidak tersisihkan dan tidak memutlakkan pemenang yang memiliki suara mayoritas.

Contoh kasus. Agar tidak menyinggung banyak orang, kita bermain aman. Kita berandai andai hidup di tahun 1980an. Pak Di dan Pak Pras berdebat dalam acara pemilihan Kepala Desa. Karena separuh desa ada dibalik bukit dan separuh desa tidak terhalang bukit. Maka, hiburan satu-satunya pada masa itu yaitu televisi akan sangat sulit mendapatkan sinyal jika si pemilik TV rumahnya di balik bukit.

Pak Di : Usaha saya untuk memberikan hiburan, agar desa kita tidak terlalu ketinggalan zaman adalah dengan memberikan banbu terpanjang desa kita untuk pemilik TV. Tujuannya ketika si pemilik TV menyalakan TVnya, kita bisa menonton bersama di rumah tersebut. Sehingga kita tidak miskin informasi dari dunia ini.

Hal itu mendapat sorakan setuju dari hampir seluruh masyarakat desa tersebut. Sementara Pak Pras yang terkesan kalah itu, bisa membalikkan dengan mengejar opini yang diungkapkan oleh Pak Di.

Pak Pras : Apa benar itu sudah menjadi kebutuhan paling utama desa ini? Bagaimana dengan rumah warga yang tidak terhalang bukit? Apa yang akan mereka dapatkan dari batang bambu terpanjang desa kita diberikan kepada si pemilik TV di balik bukit? Apa kita tidak bersikap adil dengan warga yang tinggal tidak di balik bukit?

Semakin handal seseorang mengejar sebuah opini. Maka semakin terlihat pula bolong-bolong dari opini lawannya. Hal ini, bisa saja menjadi bumerang ketika cara menyampaikannya tidak terkesan lembut. Karena dengan mengejar, kita terkesan jahat dan sok jika kalimat yang kita gunakan tidak halus.

Sebisa mungkin ketika mengejar itu, kita mengambil hati bagaimana minoritas yang sudah tampak cuit itu kembali mendapatkan suara. Kuncinya ada pada mengambil hati, bukan meninggikan derajat diri sendiri. Karena hal itu sangat riskan, dan ketika dijalankan saat debat, perbedaannya akan tipis. Sementara masyarakat atau orang lain yang melihat dapat dengan mudah membedakannya.

Tapi, sebisa mungkin sebaiknya kita berdamai. Bukan mencari siapa pemenang dan siapa yang kalah. Dalam konteks berbicara kongkow, tongkrongan, atau sekedar ngopi. Sebaiknya kita tidak menyebalkan. Karena pemenang kerap dianggap menyebalkan.

Dalam konteks lain. Mungkin aktivis yang tengah memperjuangkan sesuatu. Sebaiknya, memenangkan perdebatan. Sebagaimana banyak orang yang mendoakan perjuangannya, yang mewakili untuk melantangkan suaranya. Semoga selalu menang dalam perdebatan yang diperjuangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Saja Tuhan Bertanya

Ujung Hidungmu

Perempuan dalam Mimpi