Hitung Mundur

 Untuk apa kita berhenti sejenak padahal waktu terus berlalu dan umur terus berkurang?

Saya... (Maaf mungkin kadang kurang konsisten antara aku dan saya, tapi jujur, saya lebih nyaman menggunakan kata "saya". Karena terkesan tidak angkuh dan menghormati teman-teman pembaca)

Itu yang sering saya keluhkan ketika sedang berhenti. Entah itu melamun atau menunggu sesuatu hingga ingin membunuh waktu. Untuk apa? Padahal umur terus berkurang. Seperti hitungan mundur, umur kita sudah ditentukan. Tapi mengapa? mengapa di suatu waktu kita melamun, berhenti, atau bahkan ingin membunuh waktu?

Saya terus menekan diri saya. Hingga, ketika saya melamun, saya akan berusaha mencari sesuatu agar waktu yang tersisa (hitung mundur umur) tidak sia-sia. Rupanya, itu sudah mulai perlahan saya lakukan ketika memasuki umur ke 20.

Berpikiran seperti itu, membuat kita bisa menggali potensi dari apa yang kita miliki. Mau tidak mau kita akan merasa tak berguna jika tak melakukan sesuatu.

Semakin perasaan itu berlanjut. Pertanyaan saya semakin aneh. Bukan aneh, mungkin ini yang seharusnya, tapi saya belum pernah mendiskusikannya dengan teman-teman saya. Pertanyaan saya yang setiap hari ialah, "apa yang sudah saya lakukan hari ini?" 

Sungguh. Itu akan membuat saya menekan diri saya. Menggali. Bahkan acap kali menyesali hari yang terbuang begitu saja. Perasaan itu seperti dua koin yang berbolak-balik. Bisa saja hari ini saya senang telah melakukan sesuatu, bisa juga hari ini saya begitu terpuruk karena tidak melakukan sesuatu.

Mengapa saya mengatakan "sesuatu" yang tampaknya klise. Saya ingin berbagi kepada teman-teman, dengan tiga tahun dari munculnya pertanyaan awal tadi. Apa yang kita lakukan di setiap harinya itu juga berkembang. Tidak harus berupa pekerjaan yang menghasilkan uang, tidak harus berupa tulisan yang saya tulis hari ini, tapi "sesuatu" yang saya lakukan yang membuat saya merasa sudah melakukan "sesuatu" itu banyak sekali cabang-cabangnya.

Sesuatu itu bisa jadi:

1. Saya melakukan sesuatu dengan membantu teman yang sedang mengalami kesulitan.

Ketika membantu teman yang sedang memerlukan bantuan. Beberapa teman secara langsung mengatakan dia membutuhkan bantuan saya. Itu membuat saya merasa senang. Itu membuat saya merasa melakukan sesuatu untuk hari ini.

Jujur saja, saya sangat senang dimintai bantuan. Dengan itu saya merasa berguna. Kiranya ada hal yang bisa saya bantu, saya pasti membantu.

2. Saya merasa senang ketika berdiskusi dengan teman.

Tidak. Saya tidak sekaku yang dibayangkan dari kesenangan saya berdiskusi. Tentu, dengan teman kita akan bercanda kesana-kemari. Tapi ketika ada suatu momen ketika berbicara dengan teman membahas isu tebaru, fenomena terbaru, bahkan karena kemarin musim politik jadi membahas politik. Saya sangat menyukai itu. Itu berarti "sesuatu" untuk hari saya.

3. Saya senang dan sesuatu telah terjadi tanpa sia-sia jika saya bersama keluarga.

Terkesan kanak-kanak. Tapi saya tidak pernah menyesali apa yang saya lakukan bersama keluarga. Waktu, sebisa mungkin saya menyediakan waktu untuk bersama keluarga. Teman-teman dekat saya mungkin sudah mahfum, saya kerap menolak ajakan bermain jika itu hari Minggu. Karena itu hari yang ingin saya habiskan dengan keluarga.

Tiga hal itu dan masih banyak lagi "sesuatu" yang saya lakukan hari ini dan saya tidak menyesalinya. Namun, yang belum teratasi dan perluasan itu adalah perasaan yang menekan itu tadi.

Perasaan yang menekan, "apa saya sudah berbuat sesuatu untuk hari ini?" Tak jarang membuat saya begitu terpuruk jika tidak ada yang saya lakukan.

Perasaan itu membuat saya stress dan ada beberapa kali, mungkin sekali atau dua kali dalam setahun saya begitu terpuruk. Saya tidak paham apakah itu merupakan sebuah fase dalam setiap orang. Tapi pertanyaan, "apa yang sudah saya lakukan untuk hari ini?" yang membuat saya merasakan hal tersebut.

Saya ingin dapat berbuat sesuatu. Mengubah apa yang mulai menjadi terbiasa dan membuat saya merasa semakin memburuk agar berubah. Saya menjadi tukang bagi diri saya agar membangun sesuatu, saya menjadi dokter pada diri saya agar saya tetap sehat dan bahagia, dan lainnya.

Ah ,Tuhan. Tulisan ini terus saja berlanjut. Padahal bisa saja dengan mengingatmu dan berdoa, semua ini akan mudah dan ringan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Saja Tuhan Bertanya

Ujung Hidungmu

Perempuan dalam Mimpi