Mempunyai Kondisi Tua

 Ketika  konten-konten, "hei kids" (?) sempat viral. Saya kurang mengikuti gelombang tersebut, bahkan seingat saya konten tersebut tidak masuk dalam algoritma sosial media saya. Ya, meskipun saya hanya main Instagram, tapi saya cukup sering scroll reels dan tetap saja itu tidak muncul.

Apalagi mandi lumpur yang pada tulisan kemarin saya tulis? Ya, saya hanya menuliskannya tanpa pernah melihatnya. Sebuah kisah buruk untuk seorang penulis yang tidak melakukan riset.

Sebenarnya, saya ingin melakukan riset dan menontonnya. Jujur saja, saya sudah berniat melakukannya. Memasang aplikasi TikTok dan mencarinya. Tapi, pikiran tua saya muncul. Bagaimana jika saya ketagihan menonton dan berlama-lama memainkan Tiktok?

Karena itu, saya urung untuk melakukan riset ala-ala itu. Riset berkedok untuk menulis.

Dalam kondisi seperti ini, saya merasa terjebak dalam usia yang tak seharusnya. Saya merasa terlalu tua. Jompo. Bapak-bapak. Kakek-kakek. Bapaknya kakek-kakek. Kakeknya kakek-kakek. Sampai seterusnya. Beruntung, tiba-tiba timbul gairah muda saya untuk melakukan keisengan bermain cek usia mental di internet.

https://www.arealme.com/mental/id/

Itu adalah pranala untuk teman-teman jika ingin sekedar iseng melakukan cek. Teman-teman boleh berbagi hasilnya kepada saya dan bercerita jika ingin.

Saya akan bercerita tentang hasil saya.

Usia mental saya 39 tahun untuk anak, maksud saya, anak laki-laki menuju dewasa, maksud saya, ya, aku menerimanya. Pria. Untuk pria yang menginjak umur 22 tahun dan memiliki usia mental 39 tahun. Itu terlalu jauh dan berbeda generasi.

Maka dengan ketidak percayaan itu. Saya melakkan tes lainnya. Dalam web yang sama, saya mencoba bermain. Tahun berapa psikologi lahirmu? Untuk tes yang kali ini. Saya berharap angka itu berkurang dari 39 tahun dan lebih dekat pada 22 tahun. Artinya, saya harus berada di tahun 1984 ke atas dan dekat dengan 2001.

Nahas, nasib berkata lain. Berdasarkan permainan psikologi lahir, ditunjukkan tahun 1982. Ya, ya, yaaa.

Saya menerimanya. Beberpa waktu, dan mungkin lebih sering saya memang terlalu tua. Saya sadari itu dengan perasaan saya yang lebih senang ketika berbincang dengan yang lebih tua. Lelucon bapak-bapak yang sudah bisa saya nikmati. Sampai, kebiasaan hari Minggu pagi yang membaca koran dan meminum kopi.

Saya menerima itu semua. Saya lebih ke bapak-bapak yang terjebak dalam kondisi anak-maksud saya pria-berumur 22 tahun. Belum bisa dibilang pria 22 tahun yang dewasa. Karena beberapa hal yang mungkin saya sendiri merasa itu bentuk kekanak-kanakan.

Contoh saya belum dewasa dan matang adalah kekurangan saya akan update sosial media itu. Tidak banyak gen z yang mengabaikan penggunaan TikTok. Saya merasa sangat ketinggalan dengan TikTok ini. Padahal, dengan kemajuan zaman. Tentu platform tersebut sangat dibutuhkan dalam banyak bidang. Lowongan pekerjaan dalam bidang kreatif tak jarang memiliki syarat untuk bisa mengoperasikan beragam sosial media.

Hal itu, yang saya masih pelajari sampai sekarang, ketuaan saya itu, yang menghambatnya. Beruntungnya, otak saya tidak ikut tua. Saya masih bisa menerima informasi dan mengaplikasikannya. Sehingga meskipun mental tua ini kadang mengeluh, namun saya senang dengan belajar hal-hal baru.

Ya, semoga saja dengan ini saya bisa mendapatkan pekerjaan.

Itu saja yang ingin saya bagikan kali ini. Saya akan mendengarkan cerita teman-teman jika mau, dan hubungi saya jika ingin sekedar berbagi cerita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Saja Tuhan Bertanya

Ujung Hidungmu

Perempuan dalam Mimpi