Mimpi Menjadi Seorang Penulis

 Desember, di akhir tahun 2023 ini banyak hal yang menjadi semacam titik putar balik untuk menghadapi tahun baru setelah perjalan tahun yang cukup buruk (2023).

Di bulan ini saya beberapa kali sering keluar rumah daripada biasanya. Saya banyak berbincang dengan orang-orang yang berbeda. Namun, menariknya beberapa perbincangan itu ada satu garis benang merah kecil. Tentang masa depan, sebuah keinginan, dan saya sering menyampaikan kepada teman-teman bahwa saya ingin menjadi seorang penulis hebat dan terkenal!

Mula-mula obrolan santai saya dengan teman-teman yang membicarakan mengenai, "kepintaran".

Salah seorang teman saya bertanya, "menurutmu apakah ada orang pintar?" Kurang lebih seperti itu yang saya ingat.

Saya bukan orang yang hebat dalam hal berbincang, saya sering merasa mulut saya terlalu lambat untuk merangkai beberapa opini yang ingin saya keluarkan dari otak saya. Semoga teman saya membaca ini dan melanjutkan obrolan waktu itu.

Menurut saya "ada". Ada orang pintar untuk mengatakan ada juga yang sebaliknya. Agar lebih sopan, kita katakan saja "kurang pintar".

Untuk orang yang kurang pintar. Saya dapat memberikan sebuah contoh yang kurang lebih relevan jika dikatakan bahwa seseorang itu kurang pintar.

Suatu kasus. Kita berada dalam satu rumah, kita merupakan anak-anak dirumah itu, ada Bapak dan Ibu yang telah berganti sebanyak tujuh kali sejauh ini.

Suatu hari rumah kita kedatangan tamu. Tamu yang sama sekali tidak kita kenal. Tamu tersebut tiba-tiba saja duduk di ruang tamu kita. Tanpa mengetuk pintu, tanpa kita ijinkan masuk. Benar-benar kurang sopan.

Kita tahu tamu tersebut jauh dan pastinya lapar. Lalu karena kita merasa tamu tersebut juga manusia. Sebagai jiwa manusia, kita memberikan tamu itu jamuan makan. Itu murni karena kebaikan kita antarmanusia. Bukan karena tamu itu telah berjasa atau masih berbau saudara.

Tebak apa yang dilakukan tamu tersebut? Ia membuangnya! Membuang makanan yang kita berikan, padahal makanan itu sama dengan makanan kita sehari-hari.

Sekonyong-konyong, tamu tersebut tiba-tiba berkata, "kami ingin diberikan makanan yang layak dan tempat tinggal yang layak!"

Kita hanya mampu menahan amarah karena kita hanya seorang anak-anak. Tamu itu adalah contoh orang kurang pintar, bahasa halusnya goblok.

Lalu tiba-tiba seorang anak yang menjadi perwakilan kita tiba-tiba mengatakan pada tamu tersebut, "kau boleh memiliki satu kamar di rumah kami. Ya, rumah kami yang besar ini!"

Ya, itu sebuah contoh untuk menggambarkan hal itu teman-teman. Ada orang yang pintar dan ada orang yang kurang pintar.

Salah satu perwakilan kita di rumah itu termasuk yang kurang pintar. (sebaiknya tidak saya tahan lagi emosi ini). Perwakilan kita itu goblok minta ampun! Kita tahu, Bapak kita yang pertama bahkan dengan teman-temannya yang lain memperjuangkan rumah ini, bahkan sampai batas luar rumah (200mil jauhnya). Rumah ini ada bukan karena giveaway seperti yang perwakilan itu katakan. Kenapa malah seorang tamu, kita berikan sebuah kamar.

Orang yang pintar, saya yakin, sekalipun Socrates masih hidup akan bilang, "Usir tamu itu goblok!" *Socrates yang mengatakan itu, bukan saya. Tapi saya memohon maaf atas kekasaran Socrates yang mengatakan goblok pada perwakilan kita yang goblok itu.

Untuk orang pintar, saya kurang pintar untuk menjelaskan orang pintar. Tapi saya dapat menyatakan bahwa, "orang pintar minum tolakangin."

Maafkan saya jika penjelasan tentang pintar membuat rancu. Saya menganggap orang pintar pasti jenius. Karena lawan dari orang pintar dan jenius pasti orang goblok seperti contoh itu tadi.

Menurut saya orang pintar, jenius, dan beberapa sinonim lainnya mereka memiliki keabadian. Kita tahu orang pintar itu, penemu rumus segitiga yang bahkan namanya masih ada dalam buku-buku pelajaran sampai ratusan tahun kemudian. 

Mereka yang pintar itu abadi sebagai orang pintar. Kita tahu adanya sebuah gravitasi dari orang yang pintar juga.

Mereka yang pintar juga merepotkan. Andai saja tidak banyak orang-orang pintar itu, pasti tidak banyak juga yang perlu kita pelajari sekarang ini. Andai saja banyak orang yang seperti perwakilan kita di rumah itu, lebih baik kita .... (isi umpatan yang sesuai dengan emosi)

***

Ya, saya ingin menjadi penulis. Seperti yang beririsan dengan judul tulisan ini, menjadi penulis yang akan dikenang oleh zaman. Saya ingin nama saya tetap ada dan dikenang seratus tahun kemudian, atau bahkan selebihnya.

Seorang pembaca buku saya, (semoga saya benar-benar akan menciptakan buku) akan mencari saya dalam sebuah ulasan saya. Mungkin seratus tahun lagi.

Seratus tahun lagi tulisan ini tentunya akan tampak konyol. Seratus tahun lagi mungkin blog sudah dianggap sesuatu yang sangat kuno.

Seratus tahun lagi mungkin, yang sedang membaca tulisan ini karena berhasil menamatkan membaca buku saya dan mencari saya, menemukan saya disini. Terima kasih banyak, telah menghidupkan saya lagi.

Saratus tahun lagi. Contoh orang goblok itu mungkin membuat orang bertanya-tanya, "apa maksudnya?" Tapi saya akan senang jika seratus tahun lagi pembaca tulisan ini menemui pertanyaan seperti itu. Karena saya berharap, tidak sampai seratus tahun lagi, tamu itu sudah diusir dari rumah kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Saja Tuhan Bertanya

Ujung Hidungmu

Perempuan dalam Mimpi