Aku Simpan dalam Keabadianku, Seulas Senyummu.

 Aku hanya sebutir pasir pada hamparan luas samudera pasir yang mengagumimu. Dimana kamu berjalan di atasnya. Di atas jutaan atau bahkan miliaran butir pasir lainnya. Kamu berjalan semakin mendekat, semakin dekat di atas butiran lain yang juga mengagumimu.

"Aku hanya sebutir pasir di antara miliaran lainnya. Tentu kamu tidak akan pernah mendengarkan aku. Tidak bisa mendengar apa yang aku katakan. Tapi karena aku hanya sebutir pasir maka aku berani untuk mengatakan bahwa aku mengagumimu". Menjadi berani ketika aku menjadi sebutir pasir, akan menjadi takut ketika aku menjadi manusia.

Kemudian kamu terus berjalan semakin mendekat. Di bawah terik matahari di atas gurun ini, embun menyerupai keringat mulai hinggap di dahimu. Sebelum semakin menjadi buliran air yang menetes, kamu menyekanya dengan kain putih yang kamu bawa. Kamu menyeka itu menggunakan tangan kananmu yang tampak memerah karena terik yang begitu menyengat ini. Jangankan pohon tinggi yang menyimpan air, sekedar tempat untuk berteduh pun masih susah di jumpai disini.

Angin seperti lupa akan tugasnya untuk tetap berhembus. Ia menghilang. Ia tidak memberikan hembusan yang sekedar untuk menyejukanmu. Walaupun sebentar saja ia tidak melakukannya. Seandainya aku merupakan satu hembus angin, akan aku gunakan satu hembusan dalam seluruh hidupku itu untuk memberikanmu kesejukan. Tapi sekali lagi, aku hanya sebutir pasir. Aku tidak bisa memberikan kesejukan itu.

Tapi percayalah. Meskipun aku hanya sebutir pasir, dari sudut pandang caraku memandangmu sama sekali tidak mengurangi kecantikanmu. Embun keringat itu sama sekali tidak akan pernah melunturkan bagaimana indahnya dirimu. 

Sekali lagi, aku bukan angin. Aku hanya sebutir pasir. Kamu terus berjalan mendekat sehingga sekarang tampak jelas bagiku bahwa kamu benar-benar manusia terindah yang pernah aku tahu. Seperti orang yang baru pertama kali melihat pantai dan jatuh cinta kepadanya. Kamu benar-benar cantik, elok, indah, dan aku sangat mengagumimu.

Apapun itu, kalau kamu semakin mendekat. Aku mempunyai tekad yang besar untuk berteriak dengan lantang agar barangkali kamu bisa mendengarkanku secara ajaib. Kemudian kamu bisa menyimpanku, sebutir pasir dalam samudera pasir ini ke dalam toples. Hingga kamu menyimpanku di atas meja kamarmu, ketika kamu akan terlelap dan melihatku dalam toples, kamu akan berkata, "Pasir kenang-kenangan dari gurun yang sangat panas."

Aku hanya sebutir pasir yang berharap terlalu banyak.

Kamu semakin mendekat!

Hingga aku sadar, dalam jarak yang begitu dekat ini. Kelelahanmu tidak bisa disembunyikan. Meskipun kecantikanmu sangat memancar, tapi letih itu tidak bisa memudar dengan kecantikanmu.

Kamu sangat dekat. Aku bersiap untuk berteriak mengatakan perasaanku.

Sangat dekat!

Hingga!

Aku tiba-tiba ingat!

Oh, maafkan aku. Aku baru saja ingat!

Maaf.

Aku ingat bahwa seorang Muslim yang taat, suatu sore, senja, menuju malam pernah menggunakan tubuhku yang sebutir pasir di antara yang lainnya ini untuk berwudhu. Ia mengusapkanku pada sebagian badannya. Kemudian ia berdoa kepada Tuhannya dengan khusyuk. Benar-benar suatu momen yang indah sehingga aku yang sebutir pasir ini sangat bermanfaat bagi orang yang beriman.

Kemudian, setelah Muslim yang beriman itu beranjak dan melanjutkan perjalanannya. Malaikat datang, mengatakan padaku, bahwa suatu saat jika aku ingin diubah dalam bentuk apapun. Aku bisa diwujudkan melalui kehendak Tuhan.

Aku ingat!

Kemudian aku berdoa, agar aku diubah menjadi sehembus angin. Meskipun cukup singkat dalam perjalanan hidup, aku ingin berarti untukmu. Dalam satu hembusan yang mungkin saja akan kamu lupakan, setidaknya nanti, jika aku tidak ada lagi, akan ada sesuatu yang tidak akan pernah aku lupakan. Memberikanmu kesejukan.

Kemudian aku menjelma menjadi sehembus angin. Wushh!

Dalam sudut pandang angin. Aku bisa melihat matamu dengan jelas. Keindahannya. Aku tidak ingin menyianyiakan kesempatan menjadi sehembus angin ini.

Sehembus angin yang bisa dipegang kata-kata dan janjinya. Sehembus angin yang membuktikan caranya mengagumimu.

Ketika tubuhku menerpamu. Tidak pernah aku bayangkan sebutir pasir aku berubah menjadi sehembus angin. Ketika tubuhku menerpamu. Senyuman tipis terbesit dalam wajahmu yang jelita, "sehembus angin".

Akhirnya kamu mengerti keberadaanku. Kamu mengenalku. Kamu melafalkan namaku, "sehembus angin." Aku simpan rapat senyuman itu. Aku simpan dalam keabadianku, seulas senyummu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Saja Tuhan Bertanya

Ujung Hidungmu

Perempuan dalam Mimpi