Keadilan Memberi Kebahagiaan

 Apakah keadilan memberikan rasa kebahagiaan?

Saya memiliki dua ekor iguana yang terpisah kandang yang sudah saya rawat selama tiga tahun lebih. Satu iguana berwarna hijau dan satunya berwarna merah. Sebelum kedua iguana ini, saya pernah memiliki satu iguana lain berwarna hijau juga.

Pada awalnya karena masih berupa iguana kecil, mereka satu kandang. Tidak ada perbedaan kandang, keadilan mutlak milik mereka. Namun, karena saya pernah memiliki iguana hijau juga sebelumnya. Saya merasa lebih penasaran dan tertarik dengan iguana merah. Hingga, saya rasa, saya lebih banyak bermain dengan iguana merah.

Setelah beberapa bulan dan mereka menjadi begitu besar. Tidak bisa satu kandang lagi. Maka, salah satunya harus dipindahkan. Ya! ketidakadilan itu terjadi lagi. Saya memindahkan iguana merah ke kandang baru. Lebih baru, tak jauh beda ukurannya hanya saja sedikit lebih besar.

Makanan yang rutin dan sering saya berikan untuk iguana adalah kecambah. Mereka sama-sama menyukai kecambah. Awalnya saya membagikan kecambah dengan sama rata, masing-masing dua genggam kecambah. Iguana hijau menghabiskan kecambah yang saya berikan, sementara iguana merah selalu menyisahkan kecambah di kotak makanannya. Karena alasan tersebut, saya jadi tetap memberikan dua genggam penuh kecambah pada iguana hijau. Sedangkan untuk iguana merah, saya selalu mengurangi kecambah dari genggaman kedua.

Keadilan selalu sulit untuk dilaksanakan. Tapi jika keadilan berhasil dilakukan, apakah menjamin kebahagiaan?

Jika saya salah satu dari petani bayaran. Lalu pemilik lahan memintaku untuk merawat satu petak sawahnya, dan satu petani lain untuk petak sawah yang lain. Apakah pemilik lahan bisa memberikan keadilan meskipun tugas dan tanggung jawab yang diberikan untukku dan petani lain itu sama?

Saya berani menjamin, saya dan petani lain itu memiliki sifat dan kebiasaan yang berbeda. Dengan cara kami masing-masing, kami berusaha memberikan yang terbaik untuk pekerjaan kami. Saya selalu datang ke sawah setiap pagi hari sampai siang, saya rasa pekerjaan saya sudah selesai ketika saya pulang. Sementara teman petani saya, selalu berangkat lebih siang daripada saya dan pulang lebih awal.

Saya terlihat seperti orang yang lebih rajin, sementara teman petani saya tidak. Padahal, dari segi pekerjaan sama saja. Tugas dan kewajiban kami sama-sama selesai. Ia bisa begitu cepat karena teman petani saya itu orangnya cekatan.

Apakah bisa pemilik lahan memberikan keadilan dalam situasi yang seperti ini?

Kalau sama-sama selesai tanggung jawab, tugas, dan kewajibannya, mengapa harus sulit memberikan keadilan? Karena yang terlihat adalah dua orang yang berbeda. Satu rajin dan satu cekatan. Mau tidak mau, sebagai manusia, pemilik lahan akan memberikan upah atau memberikan kredit lebih kepada petani yang ia rasa secara personal terbaik.

Pemilik lebih menyukai orang yang cekatan! Maka setelah satu bulan. Meskipun, hasil panen yang kami hasilkan sama. Ia memberikan upah yang sama kepada kami, tapi ia hanya memiliki satu buah semangka. Sekali lagi, ia menyukai orang yang cekatan! Maka dengan adanya penilaian sibjektif itu, ia memberikan semangka kepada teman petani saya.

Bayangkan apa yang akan saya rasakan?

Saya sudah merawat sawah dengan penuh kehati-hatian. Saya rela menghabiskan waktu saya berada di sawah miliknya. Tapi, kenapa juragan memberikan semangka itu kepadanya? Padahal hasil panen kita sama, tidak kurang dan tidak lebih dari satu petak tanah.

Bagaimana jika sebaliknya? Juragan pemilik lahan lebih menyukai orang yang rajin!

Saya mendapatkan semangka itu sebagai tambahan upah. Tapi saya bisa memastikan perasaan teman saya. Teman petani saya akan merasa, "saya lebih kuat dan cekatan daripada dia? kenapa juragan memberikan semangka itu kepadanya? Padahal meskipun saya selalu pulang cepat dari sawah, hasil panen kita sama."

Apakah bisa semangka itu dibagi saja menjadi dua? Separuh untuk saya, sepatuh untuk teman saya?

Manusia memiliki perasaan. Semua makhluk hidup memiliki perasaan. Begitu sulit bagi juragan untuk bersikap adil. Mungkin saja, ia memang kesulitan bersikap adil. Namun, ia bisa meminimalisir rasa ketidakbahagiaan dengan menyembunyikan keadilan.

Karena perasaan subjektif sangat mustahil dikesampingkan. Juragan menyukai orang yang cekatan. Maka tanpa sepengetahuan saya, ia memanggil teman saya yang cekatan. Lalu secara diam-diam memberikan semangka itu kepada teman saya, tanpa sepengetahuan saya.

Apakah saya bahagia jika mendapatkan semangka itu dari juragan pemilik tanah? Tentu. Apakah saya tidak bahagia jika semangka itu diberikan kepada teman saya? Tentu juga.

Keadilan memang sulit dilakukan, hampir mustahil. Padahal keadilan sangat riskan terhadap rasa kebahagiaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apokalips

Jika Saja Tuhan Bertanya

Ujung Hidungmu